15
oktober 1993, disanalah kurasa mimpiku
mulai terbangun, saat sepasang kekasih Tuhan menjadi manusia yang pertama
membisikku, menyeru spektrum kosmologis tentangNya. Ya, merekalah orang tua
ku. Sepasang sosok yang sangat kukenal, yang mengilhami sebagian besar
perjalanan hidupku.
Ibukku, ya....dialah
yang pertama kutuliskan. Aku masih ingat ketika ia mengayuh mesin jahit tua
sambil membopongku. Atau bahkan kadang sambil menenangkan tidurku. Aku tahu,
dia mengayuh bukan untuk dia, bukan untuk laki-lakinya, bukan untuk anaknya,
tapi aku tahu, cakupan yang ia berikan lebih luas. Darinya aku belajar begitu banyak arti
ketulusan, memberi pengertian bahwa hidup adalah untuk melayani, bukan semata
melayani. Ibukku tak pernah mempersoalkan hak seperti halnya yang diajarkan
dibangku sekolah, bukan karena ibukku tak pernah merasakanya, tapi yang kutahu
( darinya ) , hak itu adalah yang semestinya kau lakukan dan kewajiban adalah
yang sebijaknya kau rasakan.
Kini
aku ( 19 th ) beranjak dewasa, ada beberapa hal yang kini muncul yang bahkan
sebelumnya aku tak sadar ia lahir.
Kini aku berada
di semester 2 fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Salah satu mimpi
kecilku sejak bangku sekolah menengah. Aku ingin selalu menjadi pelayan yang baik
bagi sesama, selimut yang hangat bagi tetangga. Maka dari itulah aku ingin jadi
apoteker. Sebuah profesi yang sangat ku hasrati. Sebuah apotik ideal yang patient
oriented . Tentulah karena ibukku, mengayuh untuk sesama.
Untuk mewujudkan
semua hal itu, tentunya perlu perjuangan yang tak mudah. Aku harus mengambil
minat FKK ( FArmasi Klinik Komunitas ), dan selanjutnya banyak jalan lagi yang
harus kutempuh. Dibenakku, selalu muncul keyakinan yang selalu tumbuh kembang
tiap hari. Tak seperti murid ngaji disurau kecil bapakku, kian lama kian mati.
Kurasa, tentang
bagaimana aku bercerita tentang ibuku memenuhi hasratku, dan mimpiku selayaknya
surau bapakku.